Kembali ke Artikel

Kenapa Indonesia Suka Banget dengan Konten Receh di Media Sosial?

Oleh Tim RuangRiung pada 17 Agustus 2025

Sosial Media
#konten receh#tren digital#budaya#media sosial

Konten receh jadi raja di timeline Indonesia. Apa penyebabnya? Dari algoritma sampai budaya guyonan, inilah alasan kenapa konten receh begitu mendominasi.

Kenapa Indonesia Suka Banget dengan Konten Receh di Media Sosial?

Fenomena konten receh dan “sampah” di media sosial Indonesia bukan sekadar kebetulan. Ada alasan sosiologis, psikologis, sampai teknis yang bikin konten jenis ini gampang banget meledak. Mari kita bedah satu per satu.

1. Hiburan Instan, Pelarian Cepat

Hidup di Indonesia itu penuh drama: macet, kerjaan numpuk, harga cabai naik, politik panas. Di tengah tekanan ini, konten receh jadi semacam painkiller digital.

  • Nonton 15 detik, bisa ketawa.
  • Pikiran plong sebentar.
  • Masalah bisa ditunda dulu.

Receh itu obat stres murah meriah.

2. Algoritma yang Jahat tapi Efektif

Platform kayak TikTok, IG, dan YouTube punya algoritma yang nyari konten dengan engagement tinggi: like, share, komen. Nah, konten receh biasanya:

  • gampang dipahami,
  • relatable banget,
  • bikin orang auto-komentar.

Akibatnya, algoritma otomatis nge-boost konten receh lebih kenceng dibanding konten serius.

3. Budaya Guyonan Nusantara

Dari dulu orang Indonesia udah akrab dengan humor koplak: Srimulat, Bajaj Bajuri, jokes warung kopi, bahkan guyonan bapack-bapack.

  • Tradisi guyon receh itu turun-temurun.
  • Media sosial cuma jadi versi digitalnya.

Kalau kata pepatah: dulu ketawa di pos ronda, sekarang ketawa di FYP.

4. Literasi Digital yang Masih “Santai”

Banyak orang belum terbiasa memilah kualitas informasi. Konten receh lebih cepat nyantol daripada tulisan panjang atau edukatif.

  • Mudah dicerna = gampang viral.
  • Yang serius kalah sebelum mulai.

Hasilnya? Timeline penuh “sampah bergizi rendah”.

5. Efek Psikologi & FOMO

Orang Indonesia suka jadi bagian dari tren. Kalau ada challenge joget absurd atau meme aneh, pasti banyak yang ikutan.

  • FOMO (Fear of Missing Out) bikin orang rela tampil receh.
  • Semakin absurd, semakin rame yang nonton.

Receh jadi paspor masuk ke percakapan digital.

6. Ekonomi Kreator

Bikin konten receh itu murah dan cepat viral.

  • Cukup kamera HP + ide random → bisa trending.
  • Hasilnya? Adsense, endorse, cuan ngalir.

Logika simpel: kalau konten serius butuh riset seminggu tapi kalah sama video receh 10 detik, mending bikin receh terus.

Jadi, Salah Siapa?

Sebenarnya nggak ada yang “salah”. Konten receh lahir dari kombinasi:

  • kebutuhan hiburan rakyat,
  • algoritma platform,
  • budaya guyonan,
  • ekonomi kreator.

Hampir semua negara punya fenomena sama. Bedanya, di Indonesia konten receh jadi mayoritas, sampai rasanya kayak mata uang kedua setelah rupiah.


💡 Kesimpulan:
Konten receh di Indonesia itu ibarat gorengan. Murah, gampang didapat, bikin kenyang sementara, tapi kalau kebanyakan ya bisa bikin sakit perut. Pertanyaannya: mau terus konsumsi gorengan, atau mulai cari gizi seimbang di timeline kita?